"Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?" QS. Ar-Rahman:55

Tuesday, February 16, 2016

Aku Nggak Bisa

Aku Nggak Bisa

“Mbak, bagaimana aku bisa jadi juara?
Selama ini aku tak pernah dapat juara loh.
Nilaiku tak pernah seratus.” Tanyanya polos.

Lana. Seorang siswa kelas 3 SD. Ayahnya telah meninggal setahun lalu karena kecelakaan kerja. Ibunya berprofesi sebagai ibu rumah tangga yang bekerja serabutan. Semua pekerjaan ia kerjakan selama itu halal dan mampu ia kerjakan. Ialah yang menjadi tulang punggung keluarga.

Lana tak memiliki saudara. Ia anak semata wayan bu Siam. Ialah yang menemani perjalanan hidup bu Siam hingga saat ini. Pahit manis perjalanan hidup pernah mereka alami sekaligus.

Lana. Ia anak yang sering berontak dan manja. Semua itu lantaran lingkungan yang mempengaruhinya. Bagimana tidak? Teman-teman sekolahnya memiliki banyak permainan dan mereka setiap hari diantar oleh kedua orang tuanya. Minta ini itu pasti keturutan. Berbalik dengan Lana. Untuk makan pun ia hanya makan seadanya. Terkadang ia makan nasi dan kecap saja karena tak ada uang untuk membeli lauk yang enak. Sesekali ia memiliki uang lebih, ia gunakan untuk biaya sekolah.

Lana sering dimarahi ibunya karena jarang sekali belajar. Sulit diajak untuk belajar di rumah. Ibunya mencari segala solusi agar ia mau belajar tapi belum menemukan. Saat sudah menemukan tetap saja belum berhasil.

Datanglah seoraanng wanita muda, Lia namanya. Ia adalah teman kerjanya bu Siam. Kata bu Siam, beberapa waktu lalu ia datang ke rumahnya, anaknya suka sekali jika ada dia di rumahnya. Untuk itu bu Siam meminta bantuan Lia untuk membantu belajar Lana.

Beberapa hari kemudian Lia datang ke rumah bu Siam. Lana tersenyum melihatnya. Ia menginginkan Lia tidur di rumahnya. Kemudian Lia menawarkan berbagai alternatif untuk belajar. Lana menolak dan mengaajukan berbagai pertanyaan.

“Ah, gak ah mbak, aku mau belajar sendiri saja,” cetus Lana.

“Beneran mau belajar sendiri? Nanti kalau ada PR tak bantuin biar dapat nilai 100 loh. Masak gak mau dapat nilai 100?” Jawab Lia dengan nada menggoda.
 
“Masak bisa dapat 100 mbk?”

“Bisa lah. Itu pasti. Apa sih yang gak mungkin di dunia ini?”

“Mbak, bagaimana aku bisa jadi juara? Selama ini aku tak pernah dapat juara loh. Nilaiku tak pernah seratus.” Tanyanya polos.

“Ah, Lana pasti bisa kok. Yakin. Dulu saja mbak Lia juga gak pernah dapat juara. Tapi mbk Lia berusaha belajar semaksimal mungkin dan akhirnya waktu sekolah apat juara terus. Mbk Lia aja bisa masak Lana gak bisa. Hayooo. Lana pasti bisa kok,” Sambil menepuk pundaknya Lana.

“Ah, gak mau mbk. Aku bodoh. Aku gak bisa,” Menggelengkan kepala.

“Lana. Kamu kan anak yang baik, pintar dan sholih. Lihat tuh ibumu. Beliau bekerja untuk mencari rezeki untuk menyekolahkanmu, Lana. Kalau Lana jadi anak yang pinter dan dapat juara. Hhhmmm ibumu pasti sangat bahagia. Ayahmu disana juga pasti tersenyum melihat anaknya pintar.”

“Iya ya mba. Tapi.”

“Tuh, dengarkan dulu penjelasan mbk Lia, nak,” sahut ibu.

“Tapi apalagi Lana. Tak kasih tau nih. Adikku itu awal mulanya juga sepertimu kok. Ia malas belajar tapi akhirnya ia tak ajak belaajar tiap hari. Dan akhirnya dia nilainya meningkat terus kok. Semua itu berawal dari sedikit sayang. Nanti lama-lama akan menjadi bukit. Mau kan ya belaajar sama mbk Lia. Semua kesulitanmu nanti pasti mbk bantu. Bagaimana?”

“Hhhmmm, ya sudah mbk. Aku mau deh. Aku ingin membuat ibu dan ayahku tersenyum padaku.”

Setelah sekian lama Lia membujuk Lana akhirnya ia pun mau belajar dengannya. Anak itu memang tak bbisa dikerasi. Ia butuh kelembutan. Taka da yang tak mungkin jika kita mau berusaha. Ikhtiar, do’a, dan tawakal. Itu kuncinya.

0 komentar:

Post a Comment

© Seberkas Cahaya, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena