"Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?" QS. Ar-Rahman:55

Sunday, September 9, 2018

Hariku Seperti Drama yang Tak Berkesudahan


Hariku Seperti Drama yang Tak Berkesudahan

Ini tak sekedar drama korea yang digemari anak-anak jaman now. Ini adalah sebuah drama yang mungkin tak kan terulangg kedua kalinya. Ia yang kan menjadi sebuah cerita hari ini, kenangan hari esok, dan sejarah di masa mendatang.

Ah, jangan terlalu mendramatisir. Lhha ini hanya kisah drama kemarin sore aja kok.

Jadi, kemarin itu aku ikut kelas menulis FLP di Ngagel, Surabaya. Percaya nggak kalau aku ikut FLP? Eh masih Pramuda FLP ding. Jangan percaya ya, ini hanya candaan. Nah, di perjalanan banyak banget yang nawari untuk ikut ini itu? Banyak yang ngajakin aku kesana kemari. Dan taka da satupun kegiatan yang tak ikuti. Ah, sok sibuk banget ya. Padahal hanya balas chat aja.

Lalu, sepulang dari menuntut  ilmu itu pada akhirnya aku diajak mbak Vika ke DTC. Nggak usah tak kenalin siapa mbak Vika ya, paling kamu juga nggak bakal kenal. DTC itu adalah Darmo Trade Center, pasar Wonokromo aku menyebutnya.

Disana aku diajak belanja, tapi faktanya aku disana numpang makan. Lha gimana? Mbak Vika belanja ini itu, aku duduk-duduk aja sembari menunggu. Eh ada yang jualan makanan, akhirnya aku tinggal makan deh. Ah, teman macam apa ini? Udah tinggalin aja.

Drama belum selesai. Setelah muter-muter DTC kita berduaa langsung pulang. Apa nggak pusing ya muter-muter? Ah, abaikan. Nggak lucu ya.

Sampai di kos, buka pintu kamar. Eh ada setan. Bukan. HPku bordering, ada seseorang yang menelponku. Siapa dia? Mbak syantiik. Ngomongnya biasa aja kali.

Berkali-kali di telpon nggak ku angkat. Eh, tau-tau di chat dan diajak ke dolly. Ngapain ke Dolly? Eh, jangan prasangka buruk ya. Sssttt.

Tanpa pikir panjang aku mengiyakan ajakn itu. Padahal baru saja masuk kamar loh. Alhamdulillah ini nikmat. Seribu jurus menyelesaikan tugas kos dikeluarkan. Selesai dan aku langsung berangkat ke Dolly dengan mbak Dewi.

Alhamdulillah motoran lagi. Suka banget kalau diajak motoran kemana-mana gitu. Sembari menghafalkan jalan di Surabaya. Penting aku nggak sampai menggambar jalannya ya. Ah jangan sampai deh.

Apa yang terjadi? Sampai di Dolly zonk alias oang yang dicari telah pergi. Janjiannya siang, eh didatangi malah melayag. Sabar ya mbak Dew, ini ujian kesabaran.

Pada akhirnya kami berdua mencari masjid, menenangkan diri sejenak dari kepenatan yang telah terjadi. Agar amarah tak meledak-ledak seperti bom. Nanti bahaya bisa rusak semua.

Nah, nyari masjid dan ketemu. Sampai disana masih aja bimbang bagaimana kelanjutannya. Aku diajak diskusi cuma melongo aja. Nggak tau gimana mau ngasih solusi apa. Aku pun Cuma bisa berdo’a. Semangat mbak Dew.

Adzan Ashar berkumandang. Kami berdua melaksanakan sholat lalu pulang. Tanpa membawa apa-apa, hanya ditemani sepeda motor Vario saja. Eh, sama benda mati lainnya ya. Tuuh kan mulai nggak jelas. Udah ya, jangan diterusin bacanya, nanti kamu ikutan nggak jelas.

Tak cukup sampai disini aja. Drama belum usai.

Di kos, teman-temanku ada yang ngajakin masak nasi goreng, ada yang ngajakin bantu masakin serundeng. Kamu ngajakin aku apa? Lalu, tanpa pikir panjang, aku mengiyakan karena kondisi perut sedang kelaparan.

Eh, ada temanku lagi satunya minta tolong dianterin beli kebel data. Dan aku baru ingat ada tanggungan belanja. Ya pada akhirnya setelah sholat Magrib langsung pergi belanja dan beli kabel data.

Sepulang belanja aku memenuhi janjiku pada teman-teman. Masak nasi goreng. Ada yang nyiapin nasinya, ada yang cuma bantu do’a, dan aku bagian me-ngulek bumbunya. Eh, istilahnya menghaluskan bumbu ya.

Lalu, selesai sudah nasi goreng yang kubuat. Harusnya mau buat untuk bertiga, eh malah jadinya untuk sejagad raya. Lha gimana, nasinya ternyata kebanyakan.

Alhamdulilllah, satu per satu pintu kamar ku ketok. Penghuninya keluar kamar dan ikut menyantap nasi goreng. Dan ludes dimakan sejagad raya.

Katanya sih nasi goreng pedes. Bisa dibilang nasi goreng setan, kana da mie setan nihh kalau di Surabaya. Nggak papa sih dibilang nasi goreng setan, asalkan yang setan bukan yang bikin nasi goreng.

Selesai.

Drama yang terlalu didramatisir. Padahal hanya cerita biasa aja. Kok bisa jadi tulisan ya. Ah nyesel banget kenapa nggk dari dulu-dulu nulis tulisan nggak jelas serepti ini.

Dan aku yakin ini tulisan banyak typo nya. Ah sudahlah, nanti ku edt lagi. Selamat membaca.
Eh, ada satu lagi. Semalam adalah H-1 pendaftaran lomba cerpen tingkat nasional. Dan aku nekad ikutan. Do’ain ya, lolos nggak lolos penting ikutan lomba. Cari pengalam broo. Dan ini adalah H-7 pengumpulan karya, aku pun belum nulis sma sekali. Kok bisa ya? Kalau bukan Dwi ya nggak ada. Mohon jangan ditiru ya. Berbahaya.

Sekian dan terima kasih.

Surabaya, 10 September 2018

Ditulis dalam waktu sekian menit dengan penuh kecepatan, tapi nggak selesai-selesai. Dan kondisi belum sarapan. Jadi mohon maaf kalau terdapat kekliruan. Ini asli, tanpa basa-basi. Spontanitas dan orisinal.

Sekian dan terima kasih.


Read More

Sudah Kenal Tambah Sayang


Sudah Kenal Tambah Sayang 

Sejauh ini, saya nulis di media manapun tak pernah memperkenalkan diri. Mungkin hanya sekedar tahu nama saja. Dwi gitu aja kan ya? Atau ini yang pada baca tulisan saya ada yang belum pernah ketemu saya kah? Sini, ayo kopdar.

Oke. Kenalan dulu ya. Ada pepatah mengatakan, "Tak kenal maka tak sayang". Tak tambahi sendiri boleh kan ya? " Kalau sudah kenal, ati-ati tambah sayang".

Nggak usah senyum-senyum, nggak lucu.

Perkenalkan nama saya Dwi Andayani tanpa H. Ingat-ingat ya, tanpa H. Kalau mau pakai H nanti mohon kerjasamanya untuk berkenan mengurus surat-surat kelahiran saya dan berkas-berkas penting lainnya.

Saya biasa dipanggil Dwi. Tapi kalau saya disuruh mengucapkan kata "Dwi" saat kenalan pertama kali, nama saya bisa berubah jadi Umi, Uwi, Nuwi, Ui, Upi, dan sebagainya. Makanya saya sedia bolpoint, kertas dan HP untuk nulis nama.

Kenapa kok namanya bisa berubah begitu, itu yang salah Dwi sendiri atau yang mendengarkan telinganya lagi sakit?

Mau tau jawabannya? Sini ngobrol sama Dwi. Atau follow aja IG saya @andayanid93 sekaligus @cahayaislami.book ini adalah akun jualan saya. Atau bisa langsung chat saya ke nomor 085749134559. Eh, maaf ya malah jadi promosi. Jadi salah buka lapak deh.

Oke. Kembali ke laptop.

Saya lahir pada tanggal cantik. Kok cantik? Iya donk. 212. Keren kan? Seperti wiro sableng, film jaman old.

Eh, saya mau mengartikan dibalik sebuah nama ya. Dwi itu dalam bahasa jawa adalah anak nomor dua. Andayani itu apa ya? Kalau Tut Wuri Handayani kan dari belakang memberikan dorongan. Bisa jadi Andayani itu artinya dorongan. Kalau digabungkan bisa jadi dua dorongan. Eeeaaa eeaaa...

Dari nama itu ternyata memang bisa dikatakan saya sering mendorong teman-teman saya loh. Itu katanya sih. Bukan mendorong untuk njebur sungai ya, tapi mendorong untuk selalu semangat.

Saya itu bisa dikatakan hobi banget nyemangati orang-orang terdekatku. Bahkan suatu ketika ada orang yang tiba-tiba chat saya dan minta motivasi. Please deh mas/mbak, saya bukan motivator. Tapi okelah saya tak merubah diri jadi motivator dadakan.

Oh iya, kalau ditanyai hobi saya itu suka bingung. Lha gimana ya, saya itu kalau dibilang suka nulis, tulisan saya gitu-gitu saja dan tidak setiap hari nulis. Kalau dibilang hobi baca, buku saya sedikit. Mungkin hobi baca chat ya, itu baru bener. Satu lagi, kalau dibilang hobi masak, paling bisanya masak air, mie, dan nasi.

Lalu, apa donk hobinya? Hobi saya itu suka nulis chat. Udah, itu saja. Nggak lebih kok. Kamu percaya sama saya? Lebih baik nggak usah percaya ya, percayanya sama Allah saja. Kalau percaya sama saya nanti jadi sesat.

Nah, saya itu suka banget naik sepeda motor. Kalau disuruh kemana-mana naik motor itu pasti semangat banget. Meskipun sering nyasar kemana-mana, dari situ saya malah jadi tau tempat-tempat tersembunyi, tapi bukan goa loh ya. Berarti saya bisa dikatakan hobi bersepeda motor kan ya. Nah, itu hobi saya berarti.

Dan, ketika diperjalanan sukanya memikirkan hal aneh-aneh. Seperti tulisan ini nih, dapat idenya ketika perjalanan pulang dari menuntut ilmu. Serentak otak ini terus berjalan tanpa henti. Eh, yang berjalan motornya ya, bukan otaknya.

Sekalinya dapat ide nulis, sepuluh judul pun disantap. Eiitss, sepuluh judul ya. Di bold, di italic, di underline. Sepuluh judul, bukan sepuluh karya tulisan. Jadi begini, satu (Aku Jatuh), dua (Aku Bangun), tiga (Aku Lari), empat (Aku Sakit), lima (Aku Minum Obat), enam (Aku Tidur), tujuh (Aku Bangun Tidur), delapan (Aku Mandi), sembilan (Aku Sekolah), dan sepuluh (Aku Dapat Nilai Terbaik). Tepuk tangan anak-anak.

Masyaa Allah, kalian luar biasa ya. Membaca tulisan saya dengan penuh semangat. Sampai dihitung berapa judul tulisan saya. Padahal itu hanya khayalan belaka, tanpa ada rekayasa. Murni, orisinal, asli, tanpa tambahan, apa lagi ya?

Eh, jangan ketawa. Nggak lucu.

Sebelum pembaca meluapkan kekesalannya pada saya. Saya pribadi mohon maaf yang sebesar-besarnya. Tulisan ini hanyalah khayalan semata. Ada unsur kesengajaan yang tak diketahui asalnya.
Mari kita tutup tulisan ini dengan membaca Hamdallah dan do'a penutup kafaratul majelis bersama-sama.

Sekian dan terima kasih.

Wassalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Surabaya, 9 September 2018
Ditulis setelah makan nasi goreng.

Read More

© Seberkas Cahaya, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena