Ah sudahlah, abaikan sejenak. Aku ingin bercerita tentang kehidupan
dunia…
Berbicara tentang syukur itu tak kan
ada habisnya. Sejak dulu hingga sekarang aku masih terus saja belajar apa itu
syukur dan bagimana mengaplikasikannya dalam kehidupan.
Aku pernah merasakan kesendirian
perihal keistimewaan yang ada padaku. Jika kamu melihatku pasti ada yang
berbeda dengan bentuk fisik bibir dan hidungku. Dan juga suaraku yang sengau.
Keadaanku itu terkadang membuatku
tak percaya diri ketika berada di lingkungan baru. Aku merasa sangat asing dan
jadi pendiam karena suaraku sengau. Volume suara pun selalu kecil karena malu. Dan
seringkali ada yang menirukan gaya bicaraku saat pertama kali mengenalku. Itu
adalah salah satu hal yang membuatku ciut nyali untuk banyak bicara. Berasa
sangat malu untuk bicara. Daripada sakit hati, aku memilih banyak diam tanpa
sepatah kata.
Setelah perenungan panjang dan
mencoba bersabar atas segala kejadian, Allah langsung mempertemukan aku dengan
orang-orang yang mengalami kondisi sama sepertiku. Bahkan ada yang kondisinya
lebih parah dariku.
Ada orang yang sampai usia tua
kondisi bibirnya belum dioperasi. Mungkin karena terbatasnya informasi pada
jamannya waktu itu. Aku merasa tercabik-cabik jika melihat kondisi tersebut.
Pasti celaan, hinaan, hujatan, dll itu lebih parah dariku.
Lalu, ada juga yang menjalani
operasi berkali-kali untuk bisa lebih optimal hasilnya. Sedangkan aku dulu
hanya sekali operasi dan hasilnya optimal, minus suara sengau dan bentuk hidung
yang tidak simetris.
Aku dulu pernah mendengar perbincangan
perawat dengan orang tua pasien sebelahku bahwa operasi bibir anaknya
diambilkan dari daging paha. Aku yang mendengar ceritanya jadi merinding dan
merasakan sakitnya. Seketika itu aku langsung memegang pahaku dan ternyata pahaku
masih utuh. Lalu datanglah seorang dokter, ia berbincang pada orang tuaku.
Katanya malah dagingnya bibirku dikurangi, tidak diambilkan dari daging paha. Hatiku
pun langsung lega rasanya.
Jika aku ceritakan semua, rasanya
tak sanggup jari ini menuliskannya. Serasa aku menyelami kehidupan mereka yang
cobaannya lebih berat dariku. Maka dari itu aku tak boleh mengeluh sedikitpun.
Apa yang aku hadapi tak seberapa. Ada diluar sana yang sangat berat cobaannya.
Disinilah letak syukurku. Dimana
Allah itu selalu mengingatkanku agar senantiasa bersyukur atas segala nikmat
yang tak pernah terukur. Dan aku jadi tersadar bahwa sebesar apapun ujian
kehidupanku ternyata masih banyak yang lebih besar dariku.
0 komentar:
Post a Comment