"Maka Nikmat Tuhanmu yang Manakah yang Kamu Dustakan?" QS. Ar-Rahman:55

Saturday, April 16, 2016

Allah Maha Penyayang

Pagi itu aku mengantarkan Ahmad ke sekolah. Ketika aku menyalakan sepeda motor, tiba-tiba ibunya Ahmad berteriak memanggilku.

"Mbak, rumahmu kebakaran. Kamu nggak pulang ta? ", teriak bu Lela dengan panik.

"Lah, ada apa bu? Saya nggak dengar", teriakku. Lalu aku turun dari motor dan mengahmpirinya.

"Kontrakanmu kebakaran mbk."

"Hah, kebakaran!!! Kapan bu?"

(Jantungku berdegup kencang seketika. Tanganku bergemeteran dan terasa berat untuk bergerak. Shock mendengar berita itu.)

"Tadi pagi mbk, jam setengan tujuhan. Katanya kebakaran karena elpijinya meledak. Lalu bagaimana mbk barang-barangmu? Laptopmu dan lain-lainnya".

"Bu, emak bagaimana??? Hah, ijazahku. Allah. Lindungilah. Selamatkanlah. Engkau Maha Segalanya."

"Orang-orang disana baik-baik saja kondisinya. Tadi bu Diah sempat pingsan tapi sekarang sudah siuman."

"Alhamdulillah. lalu apa yang harus aku lakukan bu. Semua sudah terlambat. Sekarang sudah mau masuk waktu dhuhur."

"Pulanglah nduk, lihatlah kondisi rumahmu. Jika masih ada barang yang bisa diselamatkan. Selamatkanlah. Nanti taruh di rumahku saja. Pulanglah."

Aku bergegas pulang. Di perjalanan aku tak pernah berhenti untuk bersholawat. Kubuang semua pikiran negatifku. Aku yakin akan pertolongan Allah. Allah pasti menolongku. Banyak lintasan pikiran yang seketika itu aku pikirkan.

Bagaimana dengan emak di rumah? Ibu-ibu yang masak apakah kondisinya baik-baik saja? Lalu bagaimana dengan laptopku? Ah, laptop bisa dicari lagi. Aku menepisnya jauh-jauh. Hhmm, bagaimana dengan ijazahku? Oh Allah, hamba pasrahkan semua pada-MU. Aku yakin akan pertolongan-MU. Ini sudah takdir-MU. Aku hanya minta kuatkan imanku. Ini hanya titipan-MU

Bismillah...

Aku sudah sampai pertigaan jalan menuju rumah. Seratus meter lagi. Aku mau menangis tapi tak bisa mengeluarkan air mata. Aku bersiap-siap melihat keadaan rumahku.

Laahaula wala quwwatailla billah...

Alhamdulillah Ya Robb, Engkau selamatkan orang-orang disana dan Engkau jaga duniaku. Sungguh Engkau sangatlah sayang pada hambanya. Kulihat semua orang disana sudah beraktivitas seperti biasanya. Kucium tangan emak. Kutahan air mata. rumah penuh dengan kotoran.

Aku naik ke lantai dua. Kulihat ibu-ibu membersihkan lantai yang kotor. Kata mereka itu adalah bekas pasir yang digunakan untuk memadamkan api saat kebakaran tadi pagi. Alhamdulllah gas tabung elpijinya tidak sampai meledak. Kebakarannya disebabkan karena selangnya bocor. Dan semua itu bisa dipadamkan dengan berbagai cara. Semua ini atas pertolngan Allah.

Tenang rasanya sudah bisa melihat keadaan rumah. Masih ada kesempatan untuk bertemu dengan ibu-ibu disana. Melihat senyum mereka.

Setelah sekian lama aku di rumah, aku bergegas beraangkat lagi ke tempat kerja. Di jalan tak henti-hentinya aku mengucapkan rasa syukur pada-NYA. DIA yang telah menyelamatkan semuanya. Sampai di tempat kerja aku ditanyai tetang keadaan rumah setelah kebakaran oleh bu Lela. Semua kuceritakan padanya.

Lalu ia menceritakan pesan yang disampaikan anaknya untukku...

"Mbak, tadi Ahmad bilang padaku begini. Bu, bagaimana dengan mbk Dwi nanti? Barang-barangnya suruh naruh tempat kita saja bu. Dia suruh tidur dirumah kita saja. Terus kalau bajunya mbak Dwi sudah hangus semua nanti pinjami baju ibu saja. Terus uang tabungan di mbak Dwi bagimana ya bu? Hmmm, diikhlasin saja bu. Walaupaun satu juta lebih tidak apa-apa. Yang penting mbak Dwi selamat."

SubhanaAllah. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang engkau dustakan? Hatiku tersentuh mendengar pesan-pesan itu. Betapa Allah sangat sayang padaku. Betapa banyak orang yang menyayangiku pula.

Sungguh aku sangatlah kagum dengan Ahmad. Seorang anak yang dermawan. Dibalik keanehan tingkahnya, ternyata ia menyimpan seribu kebaikan. Semoga engkau menjadi anak yang sholeh nak. Ayahmu pasti tersenyum melihatmu dari syurga sana. Semoga apa yang kau cita-citakan terwujud. 

0 komentar:

Post a Comment

© Seberkas Cahaya, AllRightsReserved.

Designed by ScreenWritersArena