Turut berduka
atas kejadian semalam yang harusnya tidur nyenyak jadi beres-beres kamar karena
rak buku ambrol. Gempa di Lombok, efeknya
di kamarku. Ah, imajinasiku terlalu tinggi. Sssttt jangan ketawa ya, awas kalau sampai ketahuan ketawa.
Sudah ya, tak
perlu kuceritakan proses ambrolnya seperti apa dan betapa strong-nya aku yang bongkar-bongkar rak. Tang teng tang teng suara besinya yang membuatku takut
membanggunkan temanku lainnya. Ah, hanya bongkar aja kok. Hahaha. Jika
kuceritakan nanti kalian bakalan ngetawain aku. Sudah ya.
Dari rak buku
hingga lamunanku.
Ah sangat sayang
sekali jika dilewatkan begitu saja moment itu. Ia yang tak kan terulang kedua
kalinya dalam hidupku. Mungkin esok akan berbeda lagi kejadian yang menimpaku.
Dan lamunanku juga akan berbeda dengan hari itu.
Nah, aku akan
cerita lamunanku aja ya, jangan kejadiannya. Takut nanti kalian tak bisa tahan
tawa.
Jangan lupa
siapkan popcorn atau apa gitu lah yang bisa dimakan. Kayak di bioskop aja ya. Udah
jangan dibaca tulisan gak jelas ini.
Jadi begini
lamunanku setelah beberes buku…
Melihat tumpukan
buku segitu banyaknnya, hanya terselip beberapa saja tulisanku. Ah, anggap saja
tulisanku tidak ada sama sekali. Hilang ditelan bumi. Lalu, kapan ya aku punya
perpustakaan mini yang isinya karyaku bersama dia.
Eh, dia siapa? Iya dia lah, dia yang
nantinya jadi pendamping hidupku. Siapa lagi kalau bukan suamiku. Aamiin.
Itu hanya sebuah
mimpi belaka. Tapi siapa tahu Allah kabulkan. Punya perpustakaan pribadi yang
isinya karya sendiri. Namun bukan berarti buku-buku lainnya ditiadakan loh, ya
wajib ada donk kan buat referensi. Betul apa betul?
Namun, aku
melihat potensi diri ini di dunia tulis menulis belum begitu mahir apalagi
untuk istiqomah nulis. Wah Masyaa Allah, syusyah-nya inta ampun. Yah bacanya jangan fasih-fasih gitu donk. Haha.
Mungkin tiap
hari bisa dikatakan rajin nulis. Nulis chat
misalnya. Duh, parah sekali aku ini. Maunya punya perpustakaan pribadi tapi
nulis aja nggak mau rutin tiap hari. Mau sampai kakek nenek kalau begini
caranya ya kagak bakalan bisa brooo.
Maka dari itu
aku berusaha memaksakan diri buat nulis tiap hari. Minimal satu kalimat lah
kalau benar-benar sibuk. Satu kalimat dua kalimat kalau rutin tiap hari pasti
nggak akan terasa bakalan jadi sebuah cerita. Keren kan?
Semisal aja nih,
satu hari satu kalimat. Eh, kebangeten kalau Cuma satu kalimat. Ralat deh
ralat, jadi satu paragraf gitu aja yaa. Lebih manteb tuh.
Nah, bayangkan
aja sehari satu paragraf. Seminggu udah tujuh pargraf. Sebulan tiga puluh paragraph.
Eh, sudah jadi satu cerita tuh. Keren apa keren? Teruuss, setahun dapet 30
cerita. Bisa tuh dikumpulin semua ceritanya, lalu di-print. Jadilah buku karya
pribadi.
Mau nggak
seperti itu? Setahu punya satu buku. Ah, aku mah mau mau aja broo.
Tapiii… ada
tapinya looh. Itu hanya bayanganku belaka. Faktanya jauh dari mimpi. Ah, pengen
salto kalau gini rasanya.
Kenapa nggak dari dulu aku nulis? Aku nyesel
baru sekarang tergerak menulis. Udah lama sih aku terjun di dunia tulis
menulis, sejak ibuku mengajariku menulis. Hahaha. Udah kamu jangan ikutan
ketawa. Dosa.
Ah, kok aku
nggak ngerasa nulis yaa. Padahal ini curhatan tak berfaedahku sudah dua halaman
saja. Duh, menuangkan pikiran ke tulidan itu ternyata tak serumit yang aku
pikirkan.
Yah walaupun
tulisanku banyak yang nggak jelas dan nggak sesuai EYD kalian tetap aja
membacanya. Heran deh sama yang nulis dan baca tulisan ini.
Do’akan saja ya.
Semoga yang nulis dan baca ini dibberikan hidayah sama Allah untuk tergerak
nulis.
Nulis itu nggak
bakalan rugi. Bahkan nulis itu bisa bikin pikiran kita lebih tenang. Karena apa
yang kita pikirkan sudah tertuang dalam tulisan. Lalu, suatu saat kita pasti
bakalan membaca tulisan itu dan bisa mengambil sebuah pelajaran.
Tau nggak bahwa dengan menulis kita bisa
masuk surga? Kok bia? Ya bisalah.
Coba bayangkan
ya, kamu menulis tentang sedekah. Lalu ada satu orang yang tergerak untuk
sedekah dan ia tularkan ilmunya pada orang lain. Dia juga membagikan tulisanmu
di media sosial. Dan banyak orang yang tergerak dengan ajakan sedekah itu.
Bukankah itu adalah sebuah jariyah? Siapa tahu itu adalah penolongmu di surga
kelak. Kita kan nggak pernah tau lewat pintu mana kita bisa masuk surga.
Yuk kawan,,
mumpung masih ada waktu dan kesempatan. Tulislah apa yang bisa kamu tulis.
Nggak usah taaku orang lain tak mmembacanya. Yakinlah suatu saat kamu akan
membutuhkannya.
Yuuk menulis!!!
Salam hangat dari Dwi Andayani yang sekarang
sedang sibuk membangkitkan semangat untuk kembali di dunia tulis menulis.
Dwi rindu menulis.
0 komentar:
Post a Comment